CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Thursday, October 21, 2010

Siapakah Bilal Bin Rabah

BILAL BIN RABAH r.a : Bilal dilahirkan di daerah As-Sarah di Kota Mekah sekitar tahun 43 Sebelum Hijrah. Ayahnya bernama Rabah dan ibunya bernama Hamamah. Sebahagian orang memanggilnya dengan nama ibnussauda’ (budak hitam) (ada pendapat yang mengatakan beliau dilahirkan di Habsyah atau kini disebut negara Ethopia). Bilal r.a dibesarkan di Kota Mekah sebagai seorang hamba anak-anak yatim Bani Abdul Dar yang berada di bawah jagaan Umaiyyah bin Khalaf. Setelah Rasulullah s.a.w dibangkitkan menjadi Nabi dengan membawa risalah Islam, Bilal adalah terdiri dari kalangan orang-orang yang paling awal memeluk Islam.

Pengislamannya

Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad. Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.

Beliau menerima Islam melalui sahabatnya yang bernama al Fadl dan dilihat beliau begitu bersungguh-sungguh untuk mendalami ajaran agama Islam sehingga sanggup berulang-alik ke rumah Arqam bin Abi Al-Arqam secara rahsia supaya kegiatannya menerima Islam sebagai sebahagian daripada hidupnya tidak diketahui oleh tuannya.

Namun akhirnya Umaiyah mengetahuinya dan memujuk Bilal agar meninggalkan Islam dan kembali ke ajaran asalnya, tetapi Bilal berkeras untuk mempertahankan Islam sebagai agama dunia dan akhiratnya. Umaiyah pernah berkata,

“Aku berkuasa ke atas tubuh dan jasadmu.” Tetapi Bilal lantas menjawab, “Fikiranku, imanku dan kepercayaanku bukan milikmu.”

Setelah gagal memujuk Bilal, Umaiyah nekad untuk bertindak kejam ke atas Bilal dengan mengikat batu besar di tubuh Bilal yang tidak berpakaian, mengheret ke tengah padang pasir yang panas membakar dan memukul tanpa belas kasihan.

Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”

Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”

Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.

Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas2. Setelah selesai urusan jualbeli, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”

Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.” Saidina Abu Bakar menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”

Ketika di Madinah

Di Madinah, Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam. Tahun itu dikenali sebagai Tahun Azan.

Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah s.a.w. seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaah hayya ‘alal falah…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah s.a.w. keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.

Bilal pernah bersama Nabi s.a.w. dalam peperangan Badar. Dia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur ditembus pedang kaum muslimin.

Ketika penaklukkan kota Mekah, beliau berjalan dan memasuki ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, iaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullahs.a.w. Shalat Zhuhur tiba. Rasulullah s.a.w. memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengalunkan azan.

Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.

Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”

AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”

Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah s.a.w. hidup. Sesaat setelah Rasulullah s.a.w.mengembuskan nafas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis.

Setelah kewafatan Rasulullah s.a.w. Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu juga kaum muslimin yang mendengarnya.

Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.

Bilal berpindah ke Damsyik

Pada awalnya, Saidina Abu Bakar merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya”. Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.” Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah s.a.w. wafat.” Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.”

Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal r.a. setelah terpisah cukup lama.

Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan Saidina Umar ibnul Khattab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata.

Meninggal dunia

Beliau meninggal dunia pada tahun 23 Hijrah di negeri Syam dan dikebumikan di Damsyik. Sepanjang hayatnya beliau diakui sebagai seorang yang patuh dan rajin terhadap tanggungjawabnya, ikhlas, amanah, berani, tabah, dan sanggup menghadapi risiko demi mempertahankan kebenaran. Beliau juga pernah menyertai barisan tentera Islam dalam beberapa peperangan dan dilantik sebagai juruazan oleh Rasulullah dan kerana itulah namanya kini diabadikan kepada setiap juruazan atau bilal.

0 comments: